Jumat, 28 Oktober 2011

Padang, Negeri Religius yang Terabaikan

Padang, Negeri Religius yang Terabaikan 

Fatoni Ardiles
 Staff Divisi Edubang LAM & PK
Fakultas Hukum Universitas Andalas


Religius dalam program bukan berarti religius dalam tindakan. Begitu juga wajah generasi muda di Sumatera Barat, dimana pemerintahnya (baca: Wako Padang) gencar-ngencarnya menyuarakan nuansa agamais seperti Assmaul Husnah, baca Alquran dan pakai jilbab tetapi dunia malam yang penuh dengan pergaulan bebas dan maksiat merajarela kedalam sendi-sendi kehidupan.
Polemik mendasar remaja dewasa ini adalah terjadinya interaksi dan ekspansi kebudayaan secara meluas baik langsung maupun tidak langsung. Begitu juga penyebaran virus yang meracuni generasi muda untuk bertindak amoral terjadi di media cetak dan elektronik.  Berkembangnya budaya pengagungan materi secara berlebihan (materialistik), dan cenderung mengejar kenikmatan duniawi sehingga terjadi penyimpangan budaya yang bermuara pada meningkatnya Kriminalitas dan Krisis moral secara meluas. Khususnya kota Padang, belakangan  ini kita sering disuguhkan ulah para remaja yang jauh dari budaya timur.
Sebut saja penggrebekan penari  telanjang (striptis) di salah satu tempat karaoke di Jalan Hayam Wuruk Padang Senin (26/9) malam, penggerebekan pasangan mesum di Kecamatan Pulaupunjung, Dharmasraya dan tak kalah hebohnya video porno yang dilakoni oleh pelajar yang notabene masih dibawah umur. Terbongkarnya pergaulan bebas kawula muda dan praktik maksiat di tempat-tempat hiburan malam, mencerminkan norma-norma agama dan norma adat sudah mulai terkikis di negeri Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.
Pencegahan (Preventif Action)
Saat ini pergaulan bebas sedang marak terjadi dikalangan remaja, terutama di kota-kota besar. Begitu juga di sumatera Barat khususnya Kota Padang pergaulan bebas semakin merasuk kedalam sendi-sendi generasi muda.
Polemik ini bukan hanya karena pengaruh lingkungan tapi juga lunturnya pendidikan dan peran keluarga. Selama ini keluarga khususnya orang tua kurang memberikan perhatian terhadap perkembangan serta pergaulan anaknya, padahal perhatian orang tua merupakan pilar utama dalam proses pembentukan mental seorang anak. Bisa kita lihat pada orang tua yang terlalu sibuk dengan urusannya malah hampir tidak punya waktu untuk keluarga, apalagi yang bekerja sebagai pengusaha besar, pejabat tinggi dan lain sebagainya yang banyak menghabiskan waktu untuk bekerja diluar rumah, seolah-olah “diperbudak” oleh  uang. Anak juga cenderung berprilaku menyimpang bila berada ditengah-tengah keluarga yang broken home, tentunya dengan keadaan seperti ini, dapat membuat anak jadi tekanan batin serta mentalnya akan labil  dan akan sangat mudah terpengaruh ketika berada dilingkungan sebayanya.
Disamping itu ketegasan pemerintah untuk membentengi pergaulan bebas remaja melalui suatu regulasi cenderung setengah hati. Peran pemerintah (khususnya Pemko Padang) sebagian besar yang hanya berkutat di bidang keagamaan saja padahal masih banyak sisi-sisi kreatifitas anak muda yang bisa diwadahi. Berbagai kreatifitas seperti bidang olah raga, musik, seni minangkabau, serta memberikan pelatihan keterampilan seperti perbengkelan, otomotif, tata boga. Pemerintah juga harus memberikan fasilitas kepada sekolah-sekolah dalam menjalankan program-program demi perkembangan pribadi siswa seperti PMR (Palang Merah Remaja), UKS (Unit Kesehatan Sekolah), pelatihan pramuka, mengembangkan kesenian adat nagari, serta membangun sarana dan prasarana olahraga. Program pemberdayaan ini harus dilakukan secara berkesinambungan dengan mekanisme pengawasan beserta reward dan punishment, agar program yang diberikan bisa lebih bermanfaat dan tidak sia-sia. Disamping itu harus ada check and balance antara pemerintah dengan masyarakat, tanpa menghiraukan aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat itu sendiri, khususnya bagi kalangan remaja.
Selain itu pemerintah baik di pusat maupun di daerah harus berani untuk memutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui internet di wilayahnya seperti yang disebutkan dalam pasal 19 UU No.44 tahun 2008 tentang Pornografi.
Pembinaan
Untuk memberantas penyakit masyarakat (PEKAT) memang tidak semudah membalik telapak tangan. Setidak-tidaknya untuk mengurangi kenakalan remaja tidak cukup hanya program razia setiap saat tapi juga dibutuhkan peran serta masyarakat untuk menumbuhkan kepedulian dan rasa malu agar peduli dengan perilaku lingkungannya. Masyarakat juga punya peran penting dalam menyampaikan informasi bagi pelanggaran norma-norma adat, agama dan UU yang berlaku yang meresahkan warganya. Begitu juga sanksi sosial dalam masyarakat dinilai sangat efektif dalam memberikan efek jera.
Pemerintah harus  membekukan izin bagi tempat  hiburan yang menyediakan sarana maksiat (penginapan, tenda ceper di tepi laut), narkoba dan ajang untuk menunjukan kemolekan tubuh (streptis) yang dapat memberi dampak negatif dan merusak akhlak generasi muda di Kota Padang.
Sebagaimana kita tahu Padang dikenal dengan kota religius, namun dengan adanya peristiwa yang dilakukan anak nagari ini apakah masih pantas kota Padang menyandang nama religius ? jawabannya dipulangkan kepada diri kita sendiri karena polemik ini merupakan tanggung jawab kita bersama.
Tidak heran, jika peristiwa G 30 S (Gempa 30 September 2009) yang menimpa nagari awak adalah wujud murka sang khaliq. Harusnya kita sadar dan membersihkan diri dari segala perbuatan dan tingkah laku yang di Murkai Allah SWT agar peristiwa besar itu tidak terulang lagi dimasa yang akan datang. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar